Senin, 10 Desember 2012

Kisah Mistis Bung Krno




Ditengah derasnya hujan angin, sosok bung Karno yang kala itu masih menjadi bocah angon berlari kecil menelusuri jalan setapak menuju bukit gorong, yang terletak disebelah kanan  sungai Penyu Cilacap, Jawa tengah. Beliau membawa satu amanat dari salah satu gurunya KH. Rifai bin Soleh Al Yamani (Hadrotul maut), Banyuwangi, Jawa Timur.

Sebagai seorang pemikir handal yang mempercayai suatu kehidupan alam lain, beliau kerap mengasingkan diri dalam fenomena yang tak layak pada umumnya, yaitu selalu bertirakat dari satu gua kumuh, bebukitan terjal , hutan belantara hingga tempat wingit lainnya.

Kisah ini terjadi pada jum’at legi, bulan maulud 1937H. Berawal dari sebuah mimpi yang dialaminya. Di suatu malam, beliau didatangi seekor naga besar yang ingin ikut serta mendampingi hidupnya. Naga itu mengenalkan dirinya bernama, Sanca Manik Kali Penyu, yang tinggal didalam bukit Gorong, kepunyaan dari Ibu Ratu Nyi Blorong, yang melegendaris.

Dengan kejelasan mimpinya, Bung Karno, langsung menemui KH. Rifai, yang kala itu sangat masyhur namanya. Lalu sang kyai memberinya berupa amalan atau sejenis  doa Basmalah, yang konon bisa mewujudkan benda gaib menjadi nyata.

Lewat suatu komtemplasi dan prosesi ritual panjang, akhirnya Bung Karno, ditemui sosok wanita cantik yang tak lain adalah Nyi Blorong sendiri.

 "Andika!! Derajatmu wes tibo neng arep, siap nampi mahkota loro, lan iki mung ibu iso ngai bibit kejembaran soko nagara derajat, kang manfaati soko derajatmu ugo wibowo lan rejekimu serto asih penanggihan" terang Nyi Blorong.

Yang arti dari ucapan tadi kurang lebihnya; "Anakku!! Sebentar lagi kamu akan menjadi manusia yang mempunyai dua derajat sekaligus (Pemimpin umat manusia dan bangsa gaib yang disebut sebagai istilah/ Rijalul gaib). Saya hanya bisa memberikan sebuah mustika yang manfaatnya sebagai, ketenangan hatimu, keluhuran derajat, wibawa, kerejekian serta pengasihan yang akan membawamu dipermudah dalam segala tujuan"

Mustika yang dimaksud tak lain berupa paku bumi, jelmaan dari seekor naga sakti, Sanca Manik, yang didalam mulutnya terdapat satu buah batu merah delima bulat berwarna merah putih crystal.(Bisa dilihat dalam gambar atas) symbol dari bendera merah putih/ negara Indonesia.

Sebagai sosok mumpuni sekaligus hobbiis dalam dunia supranatural, (7) bulan, dari kedapatan mustika Sanca Manik, beliau pun bermimpi kembali. Yang mana didalam mimpinya sosok Kanjeng Sunan KaliJaga beserta ibu Ratu Kidul Pajajaran (suami istri) menyuruh Bung Karno, datang ke bukit Tinggi Pelabuhan Ratu, Sukabumi- Jawa Barat.

"Datanglah Nak ketempatku!!! Kusiapkan jodoh dari pemberian Putranda (Nyi Blorong) yang kini telah kau terima, tak pantas melati tanpa kembang kenanga, lelaki tanpa adanya wanita"

Tentunya sebagai seorang yang berpengalaman dalam pengolahan bathiniyah, Bung Karno, adalah salah satu bocah yang sangat paham  akan makna sebuah mimpi. Dalam hal ini beliau menyakini bahwa mimpi yang barusan dialaminya adalah bagian dari kebenaran.

Dengan meminta bantuan kepada, Kartolo Harjo, asal dari kota Pekalongan, yang kala itu dianggap orang paling kaya, merekapun hari itu juga langsung menuju lokasi yang dimaksud, dengan membawa sedan cw keluaran tahun 1889.

Kisah perjalanan menuju Pelabuhan Ratu, ini cukup memakan waktu panjang, pasalnya disetiap daerah yang dilaluinya Bung Karno, selalu diberhentikan oleh seseorang yang tidak dikenal.

Mereka berebut memberikan sesuatu pada sosok kharismatik berupa pusaka maupun bentuk mustika. Hal semacam ini sudah sewajarnya dalam dunia keparanormalan sejak zaman dahulu kala, dimana ada sosok yang bakal menjadi cikal seorang pemimpin, maka seluruh bangsa gaibiah akan dengan antusiasnya berebut memamerkan dirinya untuk bisa sedekat  mungkin dengannya.

Untuk mengungkapkan lebih lanjut perjalanan Bung Karno menuju Pelabuhan Ratu, yang dimulai pada hari Kamis pon, ba’da subuh, Syawal 1938H, pertama kalinya perjalanan ini dimulai dari kota Klaten Jawa Tengah.

Ditengah hutan Roban, Semarang, beliau diminta turun oleh sosok hitam berambut jambul, yang mengaku bernama, Setopati asal dari bangsa jin, dan memberikan pusaka berupa cundrik kecil, berpamor Madura dengan besi warna hitam legam. Manfaatnya, sebagai wasilah bisa menghilang.

Juga saat melintas kota Brebes dan Cirebon, beliau disuruh turun oleh (empat) orang yang tidak dikenal

1. Bernama kyai Paksa Jagat, dari bangsa Sanghiyang, memberikan sebuah keris berluk- 5, manfaatnya sebagai wasilah, tidak bisa dikalahkan dalam beragumen.

2. Bernama Nyai sempono, asal dari Selat Malaka, yang ngahyang sewaktu kejadian Majapahit dikalahkan oleh Demak Bintoro, beliau memberikan sebuah tusuk konde yang dinamai, Paku Raksa Bumi, manfaatnya, mempengaruhi pikiran manusia.

3. Bernama Kyai Aji, asal dari siluman Seleman, beliau memberikan sebuah pusaka berupa taring macan, manfaatnya, sebagai kharisma dan kedudukan derajat.

4. Bernama Ki Jaga Rana, memberikan sebuah batu mustika koplak, berwarna merah cabe, manfaatnya sebagai daya tahan tubuh dari segala cuaca.

Lalu saat melintas hutan Tomo Sumedang, beliaupun dihadang oleh seorang nenek renta yang mengharuskannya turun dari mobil, mulanya Bung Karno, enggan turun, namun saat melaluinya untuk terus melajukan mobil yang dikendarinya, ternyata mobil tersebut tidak bisa jalan sama sekali, disitu beliau diberikan satu buah mustika Yaman Ampal, sebagai wasilah kebal segala senjata tajam.

Juga saat melintas digerbang perbatasan Sukabumi, beliau dihadang oleh segerombolan babi hutan, yang ternyata secara terpisah, salah satu dari binatang tadi meninggalkan satu buah mustika yang memancarkan sinar kemerahan berupa cungkup kecil yang didalamnya terdapat satu buah batu merah delima mungil.

Sesampainya ditempat yang dituju, Bung Karno dan temanya mulai mempersiapkan rambe rompe berupa sesajen sepati, sebagai satu penghormatan kepada seluruh bangsa gaib yang ada ditempat itu, tepatnya malam rabo kliwon, Bung Karno, mulai mengadakan ritual khususiah secara terpisah dengan temannya, semua ini beliau lakukan agar jangan sampai menggangu satu sama lainnya dalam aktifitas menuju suatu penghormatan kepada bangsa gaib yang mengundangnya.

Dua malam beliau melakukan ritual tapa brata, dengan cara sikep kejawen yang biasa dilakukannya saat menghadapi penghormatan kepada bangsa gaib, lepas pukul 24.00, seorang bersorban dan wanita cantik yang tiada tara datang menghampirinya, mereka berdua tak lain adalah Sunan kaliJaga dan Nyimas Nawang wulan Sari Pajajaran, yang sengaja mengundangnya.

"Anakku!!! Dalam menghadapi peranmu yang sebentar lagi dimulai, Ibu hanya bisa memberikan sementara sejodoh mustika yang diambil dari dasar laut Nirsarimayu (dasar laut pantai selatan sebelah timur kaputrennya) ini mustika jadohnya dari yang sudah kamu pegang saat ini,gunakanlah mustika ini sebagai wasilah kerejekian guna membantu orang yang tidak mampu, sebab inti dari kekuataqn yangterkandung didalamnya, bisa memudahkan segala urusan duniawiah sesulit apapun" Lalu setelah berucap demikian, kedua sang tokoh pun langsung menghilang dfari pandangannya.

Kini tinggal Bung karno, sendirian yang langsung menelaah segala ucapan dari Ibu Ratu, barusan.

Di dalam tatacara  ilmu supranatural, cara yang dilakukan oleh Bung karno, diam menafakuri setelah kedapatan hadiah dari bangsa gaib tanpa harus meninggalkan tempat komtemplasi terlebih dahulu, adalah suatu tatakrama yang sangat dihormati oleh seluruh bangsa gaib dan itu dinamakan, Sikep undur/ tatkrama perpisahan.

Dari kejadian itu Bung Karno, langsung mengambil sikap diam dalam perjalanan pulang sambil berpuasa hingga sampai rumah/ tempat kembali semula, cara seperti ini disebut sebagai, Ngaulo hamba/  mentaati pelaturan gaib supaya apa yang sudah dimilikinya bisa bermanfaat lahir dan bathin.

Dalam kisah ini bisa diaambil kesimpulan bahwa, segala sesuatunya bisa bermanfaat, apabila disertai kerja keras dan tetap memegang penghormatan dalam menggunakan apapun yang bersifat gaibiyah, bukan malah sebaliknya, digunakan terhadap tujuan yang kurang bermanfaat atau banyaknya berandai- andai yang mengakibatkan kita jadi malas.

Kisah ini sudah mendapatkan ijin dari Ahlul Khosois, Habib Umar bin Yahya, Pekalongan, habib Nawawi Cirebon, Habib Nur, Indramayu dan Mbah Moh, dari Pertanahan Kebumen Jawa Tengah. Semoga yang kami uraikan tadi bisa diambil hikmah dan manfaatnya.

Sumber : misteri (idris nawawi)

Teladan kesederhanaan pahlawan nasional Bung Hatta

 

1. Kembalikan dana taktis wapres

Hatta bukan orang kaya. Gajinya sebagai wakil presiden selalu habis digunakan untuk membeli buku. Dia juga tidak pernah mau main ambil uang yang bukan haknya. Hatta pernah menyuruh asistennya mengembalikan dana taktis wakil presiden sebesar Rp 25 ribu. Padahal jika tidak dikembalikan pun tidak apa-apa. Dana taktis itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Tapi Hatta orang jujur yang punya kehormatan.

2. Kesulitan bayar tagihan listrik

Hatta, istri dan tiga anaknya tinggal di Jl Diponegoro 57, Jakarta. Hatta mendapat uang pensiun sebesar Rp 3.000. Jumlah itu terbilang kecil. Hatta pun terengah-engah membayar tagihan listrik rumahnya.
Hatta juga menolak semua jabatan komisaris baik dari perusahaan nasional maupun perusahaan asing. Dia merasa tidak bisa bertanggung jawab pada rakyat jika mengambil jabatan itu. Menurut Hatta, apa kata rakyat nanti kalau dia menerima jabatan sebagai komisaris. Bung Hatta juga menolak jabatan di Bank Dunia.

Seperti diketahui, jabatan komisaris perusahaan ini biasanya merupakan jatah pejabat yang pensiun. Tanpa perlu kerja, setiap bulannya para pejabat ini akan mendapatkan gaji buta. Karena itulah Hatta menolak.

3. Tak mampu beli sepatu bally

Kisah ini disampaikan oleh sekretaris pribadi Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja. Suatu ketika Bung Hatta berjalan-jalan di pertokoan di luar negeri. Dia mengidam-idamkan sepatu Bally yang terpampang di etalase. Begitu mengidamkannya, guntingan iklan sepatu Bally itu dia simpan di dompetnya. Dia berharap suatu waktu bisa membelinya.

Apa daya, sampai meninggal Bung Hatta belum bisa membeli sepatu Bally itu. Dan, guntingan iklan masih tersimpan di dompetnya. Andai saja Bung Hatta mau menggunakan kekuasaannya, tentu dia akan mudah mendapatkan sepatu Bally yang diidam-idamkan itu.

4. Istri menabung demi mesin jahit

Hatta hanya mengenal seorang wanita selama hidupnya. Dialah Rachmi Rahim yang biasa dipanggil Yuke. Usia Hatta dan Yuke terpaut 24 tahun. Saat menikah Yuke baru berusia 19 tahun. Maklum, Hatta pernah berjanji tidak akan menikah selama Indonesia belum merdeka.

Di sebuah Vila di Megamendung Bogor tanggal 18 November 1945, keduanya menikah. Yang unik, Hatta memberi Yuke mas kawin berupa buku karangannya yang berjudul Alam pikiran Yunani. Keluarga Hatta sempat protes. Masa iya menikah memberikan mas kawin berupa buku? Bukankah seharusnya emas atau harta yang berharga? Tapi itulah Hatta. Baginya buku dan ilmu pengetahuan adalah hal yang paling berharga.

Bahkan beredar guyonan sebenarnya Yuke adalah istri ketiga Hatta. Istri pertama Hatta adalah buku, istri keduanya buku, baru istri ketiganya Yuke. Hatta memang tidak pernah bisa dipisahkan dari buku.

Tapi rumah tangga keduanya berjalan harmonis puluhan tahun. Yuke mendampingi Hatta sebagai wakil presiden, mendampingi Hatta hijrah dari Jakarta ke Yogya. Yuke juga ikut menjadi tahanan rumah saat Belanda menduduki Yogyakarta 19 Desember 1945. Dia menyaksikan suaminya ditangkap dan dibuang ke Bangka.

Yuke juga mendampingi Hatta saat mundur sebagai wakil Presiden. Hatta kecewa melihat Soekarno yang menjadi diktator. Keluarga Hatta dengan tiga putrinya hidup pas-pasan karena Hatta tidak mau mengambil sesuatu yang bukan haknya.

Hingga akhirnya Hatta meninggal 14 Maret 1980. Jika dihitung pernikahan Hatta dan Rachmi Rahim berlangsung 35 tahun. Rachmi membaktikan hidupnya untuk pria luar biasa ini dan Hatta membuktikan, tak ada wanita lain dalam hidupnya. Pada suatu ketika, Rachmi tak mampu membeli mesin jahit idamannya. Hatta pun hanya bisa menyuruh Rachmi bersabar dan menabung lagi.



5. Naik haji dengan menabung

Selama ini kita mendengar dan melihat banyak pejabat di Indonesia pergi ke Mekkah menunaikan ibadah haji menggunakan fasilitas negara. Contoh terbaru adalah rombongan Menteri Agama Suryadharma Ali.

Sambil menjalankan tugasnya sebagai amirul haj Indonesia di Tanah Suci, Menag membawa rombongan dalam jumlah besar. Anggotanya adalah para kerabat, sahabat, dan koleganya di partai.

Rombongan jumbo itu tentu tidak patut. Apalagi jika rombongan itu semua ditanggung oleh negara. Bandingkan dengan sikap Mohammad Hatta.

Bung Hatta, biasa Mohammad Hatta dikenal, yang waktu itu menjadi wakil presiden menunjukkan sikap kesederhanaannya. Dalam buku "Mengenang Bung Hatta" yang ditulis oleh sekretaris Bung Hatta, Iding Wangsa Widjaja, buku itu menceritakan sosok luar biasa seorang Hatta.

Tahun 1952, Bung Hatta hendak melakukan ibadah haji bersama istri dan dua saudarinya. Waktu itu Bung Karno menawarkan agar menggunakan pesawat terbang yang biayanya ditanggung negara. Tapi Bung Hatta menolaknya, karena ia ingin pergi haji sebagai rakyat biasa, bukan sebagai wakil presiden. Dia menunaikan rukun Islam kelima dari hasil honorarium penerbitan beberapa bukunya.



6. Ingin dimakamkan di kuburan rakyat biasa

Bung Hatta yang dikenal sebagai Gandi dari Indonesia itu dikenal sangat ingin menyelami kehidupan sebagai rakyat Indonesia. Ketika meninggal dunia pun Hatta tidak mau dimakamkan di Taman Makam Pahlawan. Dia hanya ingin dimakamkan di taman makam biasa.

"Saya ingin dikubur di kuburan rakyat biasa. Saya adalah rakyat biasa," kata Hatta dikutip dari buku "Bung Hatta Menjawab" karangan Z Yasni.